Categories
Bogor

Menggali Kembali Nilai Budaya Sumur Tujuh

Wisata aksi budaya kini menjadi salah satu alternatif untuk memajukan pariwisata Kota Bogor. Tak hanya bernilai hiburan, wisata ini juga mengandung edukasi dan mampu memberdayakan potensi seni budaya. Capaian itu yang hendak diraih dalam Festival Tunggul Kawung di Kota Bogor.

Tak lama ditunggu, aksi budaya Festival Tunggul Kawung akan segera digelar pada Rabu (19/12) di Gedung Kemuning Gading, Kota Bogor. Gagasan event Dewan Kesenian dan Kebudayaan Kota Bogor (DK3B) ini secara khusus mengangkat bentuk kompetisi alat musik tabuh (membranophone), yaitu alat musik yang sumber bunyinya berasal dari getaran membran, kulit atau selaput.

Penyaji diajak untuk mengolah secara kreatif unsur bunyi khas dari alat musik tabuh atau tepuk yang dikreasikan dengan gerak atau kareografi yang atraktif. Bentuk kompetisi inilah yang menjadi ciri khas dari Festival Tunggul Kawung – Ethnic Drum Festival 2018, yang menjadi event kompetisi alat musik membranophone satu-satunya dari Kota Bogor untuk kekayaan musik etnik nusantara.

Didukung Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Bogor, tahun kedua penyelenggaraan aksi budaya ini mulai dikenal luas di wilayah Jawa Barat dan Banten. Terbukti, tahun ini peserta tidak hanya berasal dari Kota dan Kabupaten Bogor. Festival alat musik tabuh ini juga akan diikuti oleh Galuh Pakuan perwakilan Kabupaten Ciamis, Sinar Pusaka (Subang), Sela Awi, Rengganis (Purwakarta), Bale Seni Ciwasiat (Pandeglang, Banten), dan Lebak Membara (Kab. Lebak, Banten). Tuan rumah dari Bogor akan menampilkan garapan karya dari Ligar Mandiri, Setia Wargi, Katapel dan Gandes Pamantes. Sementara dari Kabupaten Bogor diwakili oleh Sanggar Danggarna Dwipayana.

“Seluruh peserta akan menampilkan garapan alat musik tabuh sesuai ciri khas wilayah masing-masing. Dengan begitu, gambaran kekayaan alat musik tepuk etnik akan makin terlihat dan beragam. Sehingga Festival Tunggul Kawung tidak hanya menjadi aksi budaya yang menghibur, tetapi juga gambaran betapa kayanya ragam budaya alat musik membranophone di nusantara yang perlu kita berdayakan,” jelas Sanusi, Wakil Ketua Bidang Kesenian di Dewan Kesenian dan Kebudayaan Kota Bogor.

Di ajang tahunan ini, penyaji terbaik tahun lalu, Sanggar Gandes Pamantes Bogor akan menampilkan karya “Galecok”, sebuah rampak perkusi khas yang sarat makna kekinian. Sementara garapan Sanggar Ligar Mandiri Bogor akan membuka kompetisi ini dengan membawakan karya “Terbang Adung” lewat sajian bernuansa reliji. Sajian “Dogdog/Reog Pangrojong” juga akan dihadirkan oleh Setia Wargi dengan adaptasi musik yang mengantarkan semangat milenial. Sedangkan nuansa berbeda dari kelompok musik Katapel berjudul “Mohonpohon” akan menjadi sajian yang unik dan tak terduga.

“Semua garapan di event ini pasti menarik dan tentu penyaji akan mempersiapkan penampilan karyanya yang terbaik. Bagi kami ajang ini merupakan pembelajaran, uji keberanian dan untuk menambah pengalaman. Selain tentu sebagai upaya kita melestarikan tradisi dan kearifan lokal agar lebih kuat mengakar di masyarakat,” ungkap Indi Febriyanti, pimpinan Sanggar Gandes Pamantes.

Tak kalah kuat identitasnya, perwakilan dari Subang akan menyajikan karya “Genjring Bonyok” dan “Dogdog Buntet”. Sementara, pertunjukan dengan kekuatan tradisi bermotif reliji akan dihadirkan para penyaji asal Provinsi Banten yaitu “Dag Dig Dug Rampak Bedug” dari Pandeglang serta “Tong Tak Gegrug” dari Rangkasbitung. Dari Purwakarta, kekayaan budaya Jawa Barat akan hadir melalui “Seni Ulin Kobongan” yang sangat khas di Purwakarta, sementara Ciamis akan mempersembahkan judul karya “Lumampah Ajining Diri”dalam konsep garapan khas asal Kawali. Dari Kabupaten Bogor, sajian kekayaan alat musik bambu akan ditampilkan melalui karya “Dangiang Awi”.

Festival Tunggul Kawung juga akan menghadirkan performance dari Kelompok Musik Tunggul Kawung Ramogad, Rampak Kendang Bocah dari Sanggar EDAS dan sajian tari Sanggar Mayang Arum. Ketiganya merupakan hasil proses eksplorasi karya dan pendalaman terhadap makna Tunggul Kawung dan alat musik tabuh. Ramogad bahkan melakukan sosialisasi langsung ke masyarakat dengan mempertontonkan pertunjukan keliling di skitar Kota Bogor, sebelum penyelenggaraan festival dimulai. “Ini merupakan bagian dari edukasi langsung kepada masyarakat, sekaligus upaya sosialisasi kegiatan Festival Tunggul Kawung,” terang Rizki Rifsadin dari Komite Musik DK3B.

Pertunjukan budaya yang sarat edukasi dan kearifan lokal semacam ini menjadi nilai tambah bagi Kota Bogor. Upaya menggiring wisatawan melalui aksi budaya kini mulai difokuskan oleh Dewan Kesenian dan Kebudayaan Kota Bogor (DK3B) seiring berjalannya UU No 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Budaya. “Upaya itu juga didorong melalui kerjasama dengan Disparbud Kota Bogor, Dinas Pendidikan Kota Bogor serta beberapa pemangku kepentingan lainnya seperti Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Bogor, Indonesia Hotel General Manager Association (IHGMA) DPD Bogor Raya juga Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Kota Bogor, yang sudah semestinya saling mendukung dan berperan aktif mempromosikan dan memajukan seni budaya Bogor di dunia pariwisata,” beber Arifin Himawan, Ketua Harian DK3B. Ia menegaskan, sudah saatnya semangat sinergitas dikerahkan oleh Kota Bogor untuk merespon berbagai perkembangan pariwisata dan memfasilitasi unsur pendukungnya, termasuk seni dan budaya.

Penulis: Rifki Setiadi